2. Unsur Batin
Ada empat unsur batin dalam puisi, yakni tema (sense), perasaan penyair, (felling), nada atau sikap penyair terhadap pembaca (tune), dan amanat (intention).
a. Tema
Tema merupakan gagasan pokok yang diungkapkan penyair dalam puisinya. Tema berfungsi sebagai landasan utama penyair dalam puisinya. Tema itulah yang menjadi keramngka pengembangan sebuah puisi. Jika landasan awalnya tetang ketuhanan, keseluruhan struktur puisi tidak lepas dari ungkapan-ungkapan eksistensi Tuhan. Demikian pula halnya, jika yang dominan adalah dorongan cinta dan kasih sayang ungkapa-ungkapan asmaralah yang akan ditonjolkan dalam puisi itu.
Contoh:
Doa
Dengan apakah kubandingkan pertemuan kita,
kekasihku?
Dengan senja saraan sepoi, pada masa purnama
meningkat naik. setelah menghalaukan panas payah terik
Angin malam menghembus lemah, menyejuk badan
melambung rasa menayang pikir, membawa angan ke bawah kursimu
Hatiku terang menerima kasihmu, bagai bintang
memasang lilinnya
Kalbuku terbuka menunggu kasihmu, bagai bintang
memasang lilinnya
Kalbuku terbuka menunggu kasihmu, bagai sedap
malam menyirak kelopak
Aduh, kekasihku, isi hatiku dengan katamu
penuhi dadaku dengan cayamu, biar bersinar
mataku sendu biar berbinar gelakku rayu!
Kedalam rasa ketuhanan tampak dalam pilihan kata, ungkapan, lambang, dan kiasan-kiasan yang digunakan penyair. Unsur-unsur tersebut menunjukan betapa erat hubungan antara penyair dan Tuhan.
Puisi itu juga menunjukan keinginan penyair dan Tuhan mengisi seluruh kalbunya. Tentang besarnya cinta, kerinduan dan kepasrahan penyair akan Tuhannya, dapat kita rasakan secara nyata dalam sajak ini.
b. Perasaan
Puisi merupakan karya sastra yang paling mewakili ekspresi perasaan penyair. Bentuk ekspresi itu dapat berupa kerinduan, kegelisahan atau pengagungan kepada kekasih, alam, atau Sang Khalik.
Jika penyair hendak mengungkapkan keindahan alam sebagai sarana ekspresinya, ia akan memanfaatkan majas dan diksi yang mewakili dan memancarkan makna keindahan alam. Jika ekspresinya merupakan kegelisahan dan kerinduan kepada Sang Khalik, bahasa yang digunakannya cenderung bersifat perenungan akan eksistensinya dan hakikatnya keberadaan dirinya sebagai hamba Tuhan.
Contoh:
Hanyut aku Tuhanku
Dalam lautan kasih-Mu
Tuhan bawalah aku
Meninggi ke langit ruhani
Larik-larik tersebut diambil dari puisi yang berjudul "Tuhan" karya Bahrum Rangkuti. Puisi tersebut merupakan pengejawantahan kerinduan dan kegelisahan penyair untuk bertemu dengan Sang Khalik. Kerinduan dan kegelisahan nya diekspresikannya melalui kata hanyut, kasih meninggi, dan langit ruhani.
c. Nada dan Suasana
Dalam menulis puisi penyair mempunyai sikap tertentu terhadap pembaca: apakah dia ingin bersikap menggurui, menasihati, mengejek, menyindir, atau hanya menceritakan sesuatu kepada pembaca. Sikap penyair kepada pembaca ini disebut nada puisi.
Adapun suasana adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi itu. Suasana merupakan akibat yang ditimbulkan puisi terhadap jiwa pembaca. Nada dan suasana puisi saling berhubungan. Nada puisi menimbulkan suasana tertentu terhadap pembacanya. Nada duka yang diciptakan penyair dapat menimbulkan suasana iba di hati pembaca, nada kritik dapat menimbulkan suasana penuh pemberontakan, dan nada religius dapat menimbulkan suasana khusuk.
d. Amanat
Amanat yang hemndak disampaiklan oleh penyair dapat ditelaah setelah kita memahami tema, rasa, dan nada puisi itu. Tujuan atau amanat merupakan hal yang mendorong penyair untuk menciptakan puisinya. Amanat tersirat di balik kata-kata yang disusun dan berada di balik tema yang diungkapkan.
Amanat yang hendak disampaikan oleh penyair mungkin secara sadar berada dalam pikiran penyair. Namun, lebih banyak penyair tidak menyadari amanat yang hendak diberikan dalam puisinya.
Dalam karya sastra, biasanya, pengarang menggunakan bahasa yang mengandung makna-makna idiomatik, seperti pepatah, peribahasa dan majas.
No comments:
Post a Comment